Buku Paradoks Indonesia Adalah Buku Perbandingan Ekonomi Indonesia dan China
Pojok Nasional. Capres Prabowo Subianto kerap membagi-bagikan buku 'Paradoks Indonesia' dalam kegiatan politiknya. Buku yang dia tulis itu banyak mengkritisi soal kebijakan ekonomi. Selain itu, Prabowo membanding-bandingkan Indonesia dengan Tiongkok (China).
Cetakan pertama buku 'Paradoks Indonesia' diterbitkan pada Februari 2017. Pada bab awal, Prabowo menulis bahwa ekonomi di Indonesia salah urus.
"Misalkan, kita bisa bandingkan pencapaian kita dengan Tiongkok, dan negara tetangga kita Singapura. Perbedaan besar ekonomi atau pendapatan domestik bruto (PDB) Tiongkok pada periode 30 tahun sejak 1985 sampai 2015, adalah 35 kali lipat. Pada tahun 1985, PDB Tiongkok adalah $ 309 miliar - angka ini naik ke $ 11.008 di tahun 2015. Sebagai perbandingan, dalam periode yang sama, besar ekonomi Singapura tumbuh 15 kali lipat. Besar ekonomi Indonesia hanya tumbuh 10 kali lipat.
Prabowo kemudian mempertanyakan soal cara Tiongkok mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Setelah itu, dia membedah kebijakan yang dilakukan China.
"Menurut kajian banyak ahli ekonomi, pertumbuhan ekonomi Tiongkok bisa begitu cepat karena Tiongkok secara sungguh-sungguh mengimplementasikan prinsip-prinsip state capitalism, atau kapitalisme negara. Artinya, seluruh cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan seluruh sumber daya alam dikuasai oleh negara," tulis Prabowo.
Buku Paradoks Indonesia juga diterbitkan dalam versi braille. Buku 'Paradoks Indonesia' juga diterbitkan dalam versi Braille.
Menurut Prabowo, seluruh BUMN di China dikuasai penuh oleh negara. China, kata Prabowo, menjadikan BUMN sebagai ujung tombak pembangunannya.
"Sementara itu, kita, walaupun bunyi Pasal 33 UUD 1945 hampir sama dengan prinsip kapitalisme negara ala Tiongkok, dalam mengelola cabang-cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam, kita malah banyak menyerahkan pengelolaan ekonomi kita ke mekanisme pasar," papar Prabowo.
Prabowo memandang ada kesalahan dalam pengelolaan kebijakan ekonomi di Indonesia. Prabowo lalu menyebut China menjalankan kebijakan seperti tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945, namun dia tak secara eksplisit meminta RI mengikuti China.
"Dengan kata lain, kita tidak secara sungguh-sungguh menjalankan Pasal 33 UUD 1945, sementara Tiongkok menjalankannya," ungkap Prabowo.
Cetakan pertama buku 'Paradoks Indonesia' diterbitkan pada Februari 2017. Pada bab awal, Prabowo menulis bahwa ekonomi di Indonesia salah urus.
"Misalkan, kita bisa bandingkan pencapaian kita dengan Tiongkok, dan negara tetangga kita Singapura. Perbedaan besar ekonomi atau pendapatan domestik bruto (PDB) Tiongkok pada periode 30 tahun sejak 1985 sampai 2015, adalah 35 kali lipat. Pada tahun 1985, PDB Tiongkok adalah $ 309 miliar - angka ini naik ke $ 11.008 di tahun 2015. Sebagai perbandingan, dalam periode yang sama, besar ekonomi Singapura tumbuh 15 kali lipat. Besar ekonomi Indonesia hanya tumbuh 10 kali lipat.
Prabowo kemudian mempertanyakan soal cara Tiongkok mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Setelah itu, dia membedah kebijakan yang dilakukan China.
"Menurut kajian banyak ahli ekonomi, pertumbuhan ekonomi Tiongkok bisa begitu cepat karena Tiongkok secara sungguh-sungguh mengimplementasikan prinsip-prinsip state capitalism, atau kapitalisme negara. Artinya, seluruh cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan seluruh sumber daya alam dikuasai oleh negara," tulis Prabowo.
Buku Paradoks Indonesia juga diterbitkan dalam versi braille. Buku 'Paradoks Indonesia' juga diterbitkan dalam versi Braille.
Menurut Prabowo, seluruh BUMN di China dikuasai penuh oleh negara. China, kata Prabowo, menjadikan BUMN sebagai ujung tombak pembangunannya.
"Sementara itu, kita, walaupun bunyi Pasal 33 UUD 1945 hampir sama dengan prinsip kapitalisme negara ala Tiongkok, dalam mengelola cabang-cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam, kita malah banyak menyerahkan pengelolaan ekonomi kita ke mekanisme pasar," papar Prabowo.
Prabowo memandang ada kesalahan dalam pengelolaan kebijakan ekonomi di Indonesia. Prabowo lalu menyebut China menjalankan kebijakan seperti tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945, namun dia tak secara eksplisit meminta RI mengikuti China.
"Dengan kata lain, kita tidak secara sungguh-sungguh menjalankan Pasal 33 UUD 1945, sementara Tiongkok menjalankannya," ungkap Prabowo.
Komentar
Posting Komentar